Tradisi Pemakaman Megalitikum Sumba: Jejak Leluhur yang Masih Terjaga

Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, bukan hanya menyuguhkan panorama savana, pantai, dan bukit-bukit eksotis, tetapi juga menyimpan warisan budaya megalitikum yang masih hidup hingga kini. Salah satu tradisi budaya yang paling mencolok dan unik di Sumba adalah tradisi pemakaman megalitikum, di mana jenazah dimakamkan dalam batu besar sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggal.

Berbeda dengan praktik pemakaman di tempat lain di Indonesia yang telah banyak berubah seiring zaman, masyarakat adat Sumba masih mempertahankan sistem pemakaman leluhur yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Tradisi ini tidak hanya mencerminkan rasa hormat pada orang yang meninggal, tetapi juga menunjukkan kekuatan simbolik, spiritual, dan status sosial dalam komunitas Sumba.

Makna Megalitikum dalam Budaya Sumba
Istilah “megalitikum” merujuk pada penggunaan batu besar dalam proses pemakaman. Di Sumba, makam megalitik berbentuk seperti meja batu raksasa, terdiri dari batu datar sebagai tutup dan batu penyangga di bawahnya. Jenazah biasanya dimakamkan dalam posisi menyamping, dibungkus dengan kain tenun ikat Sumba, dan ditemani berbagai barang pusaka sebagai bekal menuju alam roh.

Bagi masyarakat Sumba, terutama yang masih menganut kepercayaan Marapu, kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan menuju alam arwah. Oleh karena itu, pemakaman dilakukan dengan ritual adat yang sangat sakral, penuh penghormatan, dan melibatkan komunitas secara luas.

Proses Pemakaman yang Rumit dan Sakral
Pemakaman megalitikum di Sumba tidaklah sederhana. Prosesnya bisa berlangsung berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Sebelum pemakaman dilakukan, jenazah bisa disemayamkan di rumah adat selama beberapa waktu, sambil menunggu keluarga besar berkumpul dan mengumpulkan biaya untuk pelaksanaan upacara.

Yang menarik, pemakaman adat sering kali melibatkan pengorbanan hewan, seperti kerbau dan kuda, yang dianggap sebagai persembahan untuk leluhur dan sebagai simbol kekuatan keluarga. Semakin banyak hewan yang dikorbankan, semakin tinggi pula status sosial keluarga yang bersangkutan.

Pembuatan makam batu pun memerlukan usaha luar biasa. Batu besar yang digunakan biasanya ditarik secara gotong royong dari tempat yang jauh menggunakan tenaga manusia tanpa alat berat, dan hal ini sendiri menjadi ritual kolektif masyarakat yang menunjukkan kekompakan dan semangat bersama.

Situs-Situs Pemakaman Megalitik yang Masih Ada
Beberapa situs pemakaman megalitikum yang terkenal di Sumba antara lain Kampung Adat Ratenggaro, Praijing, dan Anakalang. Di kampung-kampung ini, batu-batu makam besar berjajar rapi di tengah kampung, dikelilingi oleh rumah-rumah adat beratap tinggi, menciptakan pemandangan yang tidak hanya eksotis tetapi juga penuh nilai sejarah dan spiritual.

Makam-makam ini masih digunakan hingga saat ini oleh keturunan-keturunan keluarga adat yang tinggal di kampung tersebut.

Warisan Budaya yang Harus Dilestarikan
Di tengah arus modernisasi, keberadaan tradisi pemakaman megalitikum menjadi sesuatu yang langka. Namun masyarakat Sumba tetap menjaga warisan ini dengan penuh kebanggaan. Pemerintah dan pelaku pariwisata juga mulai mendorong pengenalan budaya ini kepada wisatawan melalui wisata budaya dan edukasi sejarah lokal.

Tradisi pemakaman megalitikum di Sumba bukan hanya soal penghormatan terhadap orang yang telah meninggal, melainkan juga jejak peradaban kuno yang masih hidup. Ia adalah wujud nyata dari hubungan antara manusia, leluhur, dan alam semesta yang terus terpelihara dalam kehidupan masyarakat Sumba hingga hari ini. Sebuah warisan luhur yang patut dihargai, dikenali, dan dilestarikan bersama.

Tradisi Pemakaman Megalitikum Sumba: Jejak Leluhur yang Masih Terjaga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top